Ketika
makan di warung makan, setelah selesai makan kemudian pembeli membayar apa yang
telah di makan kepada penjual. Sudah seperti biasa, pembeli membayar apa sudah
dibeli kepada penjual karena posisi penjual adalah pemilik warung, tetapi yang
menentukan nilai traksaksi jual beli adalah pembeli, Kenapa?.
Berapa jumlah yang
telah dimakan yang tahu hanya pembeli, seandainya dibilang banyak atau sedikit
yang dimakan hanya pembeli yang tahu sehingga posisi yang kuat adalah pembeli
bukan penjual. Ketika penjual ditanya, jawabnya; “Saya percaya, pembeli jujur
dan tidak menipu”. Dari mana penjual percaya kepada pembeli, inilah sifat
kejujuran yang berperan.
Budaya
Jujur
Sebagai
guru sudakah kita memberikan contoh yang jujur kepada anak didik kita. Jujur
dalam belajar, jujur dalam ujian, jujur dengan teman, jujur dengan diri
sendiri. Sekolah adalah kawah candradimuka anak sebelum memasuki dunia
sebenarnya. Kalau dalam proses belajar disekolah sudah diajarkan tidak jujur
maka outputnya pun generasi – generasi yang tidak jujur, kalau sudah menjadi
pejabat public maka akan menjadi pejabat yang tidak amanah. Ini semua bermula
dari sekolah.
Sifat
jujur tidak hanya berlaku di sekolah, tetapi harus menjadi kebiasaan anak didik
di manapun, dengan siapapun dan kapan pun. Tetapi apakah kita sebagai guru sudah
berlaku jujur ?. Seperti jujur dalam mentransfer ilmu kepada anak didik, jujur dalam
memberikan evaluasi belajar dan jujur dalam memberikan nilai hasil belajar anak
didik dengan tidak ada lagi “nilai katrol”. Sebelum anak didik yang harus jujur
maka dimulai dari guru dulu. Mari budayakan sifat jujur diantara guru. Kalau
setiap guru tidak menanamkan sifat jujur mulai dari dirinya sendiri dan
berfikir toh tidak ada yang tahu, maka kita tidak akan menemukan seorangpun
guru yang jujur. Sebagaimana perumpamaan ketika Raja menitahkan setiap rakyat
harus membawa satu gelas susu untuk mengisi kolam. Seandainya ada satu rakyat
membawa satu gelas air putih dan berfikiran toh hanya dia yang bawa dan yang
lain tidak tahu, tetapi ternyata pemikiran tersebut ada pada semua rakyat, maka
apakah kolam Raja terisi susu atau air putih ?.
Begitupula
seorang guru, perilakunya selalu digugu dan ditiru. Sifat jujur tidak hanya
untuk anak didik saja tetapi juga para guru dan setiap individu guru. Mulai
dari dalam diri sendiri seperti; jujur masuk sekolah (tidak sering
terlambat/bolos), jujur dalam mengajar (kreatif dalam memberikan materi sesuai
kurikulum dan selalu berlajar), jujur dalam evalusi belajar (tidak ada nilai
“kasihan”) dan jujur dalam perilaku. Kalau guru sudah tidak jujur apa lagi yang
harus digugu dan ditiru?. (RCF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo Bapak Ibu yang ingin sharing tentang pendidikan anak, bisa lewat blog ini atau email:rumahfaqih@gmail.com