Kamis, 19 September 2013

Falsafah Warung dalam Pendidikan Sekolah


Ketika makan di warung makan, setelah selesai makan kemudian pembeli membayar apa yang telah di makan kepada penjual. Sudah seperti biasa, pembeli membayar apa sudah dibeli kepada penjual karena posisi penjual adalah pemilik warung, tetapi yang menentukan nilai traksaksi jual beli adalah pembeli, Kenapa?.
Berapa jumlah yang telah dimakan yang tahu hanya pembeli, seandainya dibilang banyak atau sedikit yang dimakan hanya pembeli yang tahu sehingga posisi yang kuat adalah pembeli bukan penjual. Ketika penjual ditanya, jawabnya; “Saya percaya, pembeli jujur dan tidak menipu”. Dari mana penjual percaya kepada pembeli, inilah sifat kejujuran yang berperan.
Budaya Jujur
Sebagai guru sudakah kita memberikan contoh yang jujur kepada anak didik kita. Jujur dalam belajar, jujur dalam ujian, jujur dengan teman, jujur dengan diri sendiri. Sekolah adalah kawah candradimuka anak sebelum memasuki dunia sebenarnya. Kalau dalam proses belajar disekolah sudah diajarkan tidak jujur maka outputnya pun generasi – generasi yang tidak jujur, kalau sudah menjadi pejabat public maka akan menjadi pejabat yang tidak amanah. Ini semua bermula dari sekolah.
Sifat jujur tidak hanya berlaku di sekolah, tetapi harus menjadi kebiasaan anak didik di manapun, dengan siapapun dan kapan pun. Tetapi apakah kita sebagai guru sudah berlaku jujur ?. Seperti jujur dalam mentransfer ilmu kepada anak didik, jujur dalam memberikan evaluasi belajar dan jujur dalam memberikan nilai hasil belajar anak didik dengan tidak ada lagi “nilai katrol”. Sebelum anak didik yang harus jujur maka dimulai dari guru dulu. Mari budayakan sifat jujur diantara guru. Kalau setiap guru tidak menanamkan sifat jujur mulai dari dirinya sendiri dan berfikir toh tidak ada yang tahu, maka kita tidak akan menemukan seorangpun guru yang jujur. Sebagaimana perumpamaan ketika Raja menitahkan setiap rakyat harus membawa satu gelas susu untuk mengisi kolam. Seandainya ada satu rakyat membawa satu gelas air putih dan berfikiran toh hanya dia yang bawa dan yang lain tidak tahu, tetapi ternyata pemikiran tersebut ada pada semua rakyat, maka apakah kolam Raja terisi susu atau air putih ?.
Begitupula seorang guru, perilakunya selalu digugu dan ditiru. Sifat jujur tidak hanya untuk anak didik saja tetapi juga para guru dan setiap individu guru. Mulai dari dalam diri sendiri seperti; jujur masuk sekolah (tidak sering terlambat/bolos), jujur dalam mengajar (kreatif dalam memberikan materi sesuai kurikulum dan selalu berlajar), jujur dalam evalusi belajar (tidak ada nilai “kasihan”) dan jujur dalam perilaku. Kalau guru sudah tidak jujur apa lagi yang harus digugu dan ditiru?. (RCF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo Bapak Ibu yang ingin sharing tentang pendidikan anak, bisa lewat blog ini atau email:rumahfaqih@gmail.com