Simak tips ini: Tujuan
pendidikan anak, pada akhirnya adalah supaya anak berhasil. Kecerdasan Emosi
(EQ) dan Kecerdasan Spiritual (ESQ) mempengaruhi 80% keberhasilan mereka
nantinya.
Karena itu dalam beberapa edisi kedepan, saya akan bahas, bagaimana
menanam Kecerdasan Emosi dan Spiritual pada anak. Kecerdasan Emosi dibagi
menjadi Intra Personal Intelligence (Kemampuan seseorang berhubungan dengan
diri sendiri) dan Inter Personal Intelligence (Kemampuan seseorang berhubungan
dengan orang lain). Intra Personal Intelligence dibagi lagi menjadi Self
Control dan Self Image (Gambar Diri). Edisi kali ini saya hanya akan bahas,
bagaimana mendidik anak, kecerdasan emosi, dalam aspek ‘self control’,
kemampuan seseorang menguasai emosinya, menguasi dirinya, kemauannya, hatinya
dan semangatnya. Ajar anak untuk bisa menunda apa yang dia maui, misal jangan
langsung memberikan atau membelikan jika anak minta sesuatu, misal minta
mainan. Ajar anak menunda keinginannya, tidak harus segera, dia akan belajar
menguasai keinginan. Kita bisa sekaligus mengajarkan ‘kecerdasan spiritualnya’
selain ‘self control’-nya dengan meminta dia berdoa; “Nak, berdoa ya ... kepada
Tuhan, berdoa supaya papa-mama diberkati, TUHAN dengar doamu, karena DIA
mengasihimu”. Beberapa hari, atau minggu atau bulan, (sesuai dengan apa dan
nilai yang diminta), jika akan memberikan, katakan; “Nak ... Tuhan sudah
menjawab doamu, bersyukur kepada Tuhan, sekarang papa-mama bisa membelikan.”
Kadang anak memaksa minta sesuatu dan jika tidak diberikan akan menangis,
berulah di Plaza, di Mall, di Toko, merengek bahkan menangis atau gulung-gulung
di lantai meminta sesuatu. Orang tua merasa malu, lalu menuruti kemauan anak,
dan hal itu menjadi semacam ‘‘ilmu’’ ‘’model’’ bagi si anak, ‘jurus’ bagi si
anak untuk mendapatkan sesuatu. Orang tua tidak perlu malu untuk mendidik
anaknya, dengan mengatakan ’tidak’ untuk permintaan yang tidak perlu, bahkan
jika perlu ‘mendisiplin’. Anak harus dididik bahwa tidak setiap permintaan akan
dipenuhi saat itu juga. Ini cara untuk anak belajar memiliki ‘self control’
atau penguasaan diri. Memang mereka akan menangis, sekali, dua kali mungkin 7
kali tetapi tidak yang ke 8, itu wajar, anak akan belajar di kemudian hari.
Jika anak ‘berulah’ maka tetap didik dia walaupun di plaza atau tempat umum,
tetapi jangan kita yang ‘mengomel’ dan ‘memarahi’ dengan unsur ‘menyerang
pribadi’ di depan umum, apalagi di depan teman-temannya. Saya berikan contoh
pengalaman saya sendiri. Suatu saat saya membawa anak-anak saya ke Bintaro
Plaza tidak jauh dari rumah saya, dan anak saya minta eksrim. Karena musim
pancaroba banyak anak batuk dan pilek, kami tau anak saya terkecil sensitif,
jika makan eskrim dan yang manis-manis, hampir pasti akan batuk, maka kami
tidak membelikannya, dan dia nangis gulung-gulung di plaza. (Makanan dan
minuman yang bergula banyak, mengurangi 20% kinerja darah putih membunuh
mikroba, sehingga daya tahan tubuh berkurang dan anak menjadi mudah sakit)
Sementara itu banyak orang yang mengenal saya dan lewat sambil berkata :
“Slamat malam Pak Jarot” Wahh saya bergumul, malu, karena saya menulis buku dan
memimpin seminar soal ‘mendidik anak’, seminar keluarga dll, tetapi anak saya
‘ber-ulah’ di plaza. Saya bergumul, ini tidak mudah bagi saya dan saya putuskan
untuk tetap TIDAK terhadap permintaannya, karena saya lebih mencintai anak saya
daripada ‘reputasi’ saya. Terus terang ini tidak mudah, sampai-sampai
rasa-rasanya malas ajak anak-anak ke plaza, nanti ber-ulah lagi dan bikin malu.
Atau kalau mau gampangnya, ya belikan saja apa yang diminta dan beres, tidak
akan muncul masalah. Tetapi sebagai ‘pendidik’ saya mengerti, ‘menunda’ atau
‘menolak’ permintaan anak, untuk tujuan tertentu itu perlu, dan ternyata ketika
diterapkan anak menangis dan ber-ulah. Saya tetap ‘konsisten’ untuk ’tidak’,
maka satu kali, dua kali, lima kali, lama-lama anak mengerti ‘pola’ yang kita
ajarkan bahkan mengerti mengapa tidak boleh, itu demi kesehatan mereka dan
tidak berulah lagi. Sekarang anak-anak kami, tumbuh menjadi anak yang manis dan
baik, memiliki penguasaan diri, bahkan kalau meminta sesuatu sangat sopan, atau
kadang dalam doa bersama, dalam doa keluarga, dia sampaikan keinginannya dalam
doa, sehingga kami orang tua yang justru ‘terharu’ dan mengajaknya ke plaza
untuk membelikan, karena sudah beberapa hari dia berdoa meminta hal yang sama
dalam doanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo Bapak Ibu yang ingin sharing tentang pendidikan anak, bisa lewat blog ini atau email:rumahfaqih@gmail.com