Sehabis
mengajar, saya hendak menuju kantor. Ada kertas sobekan tercecer di kelas, sambil
jalan saya ambil dan saya buang keluar kelas. Dari belakang saya, ” maaf, Pak
Guru. Pak Guru buang sampah sembarangan”. Saya terdiam sebentar,
kemudian saya
ambil kertas sobekan tadi dan membuangnya di tempat sampat. Saya sempat
tertegun, anak didik saya mengajari kebersihan kepada saya, padahal tiap hari
sayalah yang selalu mengingatkan untuk
menjaga kebersihan. tetapi saya sendiri tidak konsinten dengan yang saya
ajarkan di kelas.
Sekolah
adalah media kedua anak mendapat pendidikan dan porsinya hampir 80% . Hampir
seharian guru berinteraksi dengan anak didik. Gurulah yang dominan mencetak
sifat anak dididik, segala tingkah laku guru akan terekam dalam benak anak
didik. Bahkan ada keluhan dari orang tua, karena apabila dinasihati orangtua
selalu bilang “Bu Guru, bilang begini” atau
“Kata Pak Guru” yang ada dalam benak anak adalah Kata Guru
Sering
kita menganggap anak didik dalam posisi yang tidak tahu, yang selalu butuh
petunjuk ”didunung – dunungke” kepada
hal yang baik. Tetapi bagaimana dengan kita sendiri sebagai guru. Sering kita
malas dalam mengajar, karena hanya mengulang – ulang materi. Korupsi waktu
ketika mengajar, ketika ada masukan tentang cara mengajar, ego kita yang muncul
merasa sudah cukup.
.Tetapi
bagaimana dengan kita, sebagai pendidik, sudah pantaskah kita menjadi suri tauladan
bagi anak – anak kita?. Yang sebenarnya yang perlu ditingkakan dulu adalah
sumebr daya guru, leawta. Kiat lihat harus menddik anak dengan baik, tetapi
anyak juga dirumaah kesuliatan alam menddk anak sendiri. Inilh afenomena guru.
Bisa mensukseskan anak orang lain tetapikdanag kesulitanmndidik anak sendiri.
Marilah kita sebgai dguru bisa belajar dari naka didk kiata. Skita sebagai
pendidik bukan sebagai tuang obat yang hanya mengulang – mengulang materi
dikelas tetapi bisa mengejawantahakn apa ynag selama ini ajakan apada anak
didik kita kita juga harus konsiten
terhadap aoa yangslam ini kita ajarkan. Kembali mari ita renungkan kita selama
ini sudah sebagai pendiik atau sebagai tukang jamu.
Saya
teringat nasihat guru saya, beliau adalah guru diera 70an. Beliau sering
mengelus dada ketika mendengar berita, ada guru demo menuntut kenaikan gaji
sehingga kelas di liburkan, guru menganiaya anak didik sendiri. Lha bagaimana
mendidik anak menjadi penerus bangsa kalau pencetaknya sendiri masih perlu
dididik?. Guru sekarang belum bisa sebagai pendidik tetapi baru
mengajar/ceramah seperti tukang obat.(RCF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo Bapak Ibu yang ingin sharing tentang pendidikan anak, bisa lewat blog ini atau email:rumahfaqih@gmail.com