Kamis, 19 September 2013

Guru: Pendidik atau Tukang Obat


Sehabis mengajar, saya hendak menuju kantor. Ada kertas sobekan tercecer di kelas, sambil jalan saya ambil dan saya buang keluar kelas. Dari belakang saya, ” maaf, Pak Guru. Pak Guru buang sampah sembarangan”. Saya terdiam sebentar,
kemudian saya ambil kertas sobekan tadi dan membuangnya di tempat sampat. Saya sempat tertegun, anak didik saya mengajari kebersihan kepada saya, padahal tiap hari sayalah yang selalu mengingatkan untuk  menjaga kebersihan. tetapi saya sendiri tidak konsinten dengan yang saya ajarkan di kelas.
Sekolah adalah media kedua anak mendapat pendidikan dan porsinya hampir 80% . Hampir seharian guru berinteraksi dengan anak didik. Gurulah yang dominan mencetak sifat anak dididik, segala tingkah laku guru akan terekam dalam benak anak didik. Bahkan ada keluhan dari orang tua, karena apabila dinasihati orangtua selalu bilang “Bu Guru, bilang begini” atau  “Kata Pak Guru” yang ada dalam benak anak adalah Kata Guru
Sering kita menganggap anak didik dalam posisi yang tidak tahu, yang selalu butuh petunjuk ”didunung – dunungke” kepada hal yang baik. Tetapi bagaimana dengan kita sendiri sebagai guru. Sering kita malas dalam mengajar, karena hanya mengulang – ulang materi. Korupsi waktu ketika mengajar, ketika ada masukan tentang cara mengajar, ego kita yang muncul merasa sudah cukup.
.Tetapi bagaimana dengan kita, sebagai pendidik, sudah pantaskah kita menjadi suri tauladan bagi anak – anak kita?. Yang sebenarnya yang perlu ditingkakan dulu adalah sumebr daya guru, leawta. Kiat lihat harus menddik anak dengan baik, tetapi anyak juga dirumaah kesuliatan alam menddk anak sendiri. Inilh afenomena guru. Bisa mensukseskan anak orang lain tetapikdanag kesulitanmndidik anak sendiri. Marilah kita sebgai dguru bisa belajar dari naka didk kiata. Skita sebagai pendidik bukan sebagai tuang obat yang hanya mengulang – mengulang materi dikelas tetapi bisa mengejawantahakn apa ynag selama ini ajakan apada anak didik  kita kita juga harus konsiten terhadap aoa yangslam ini kita ajarkan. Kembali mari ita renungkan kita selama ini sudah sebagai pendiik atau sebagai tukang jamu.
Saya teringat nasihat guru saya, beliau adalah guru diera 70an. Beliau sering mengelus dada ketika mendengar berita, ada guru demo menuntut kenaikan gaji sehingga kelas di liburkan, guru menganiaya anak didik sendiri. Lha bagaimana mendidik anak menjadi penerus bangsa kalau pencetaknya sendiri masih perlu dididik?. Guru sekarang belum bisa sebagai pendidik tetapi baru mengajar/ceramah seperti tukang obat.(RCF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo Bapak Ibu yang ingin sharing tentang pendidikan anak, bisa lewat blog ini atau email:rumahfaqih@gmail.com